Senin, 19 Oktober 2015

Aku Tahu Kamu Lebih Tahu

0 komentar


Malam itu aku sedang curhat dengan salah satu sohibku melalui sebuah media sosial yang cukup hitz, bukan masalah yang pelik sebenarnya, hanya saja cukup mengganggu ketenangan batinku saat itu. (((ketenangan batin)))

Hingga pada akhir curhatan aku melontarkan sebuah pertanyaan yang bisa dibilang retoris.
“Menurutmu aku sekarang kudu gimana?” 

Pertanyaan manja! Aku menyadarinya setelah beberapa menit kemudian sohibku membalas dengan cukup panjang, tidak perlu kutuliskan apa jawabannya, yang penting dia telah menunjukan padaku bahwa sebenarnya aku sendiri sudah tahu jawabannya.

Aku harus bagaimana?
Pada siapa sebenarnya kita bertanya? Bukankah pertanyaan seperti itu pada dasarnya ditunjukan pada nurani dan akal kita sendiri? Apa yang harus kita lakukan, apa yang harus kita pikirkan, apa yang harus hati ini rasakan, sebenarnya tidak perlu diucapkan juga ditanyakan. Sohibku bilang, jika kita mengatakan “Ah, mulai sekarang aku akan sabar”, “Aku akan melupakannya”, “Aku harus rajin belajar” dan akan-akan yang lain, belum tentu kita akan bisa melakukannya.

Sebenarnya manusia itu nurut dan tunduk pada dirinya sendiri, mau minta pendapat orang lain pun, nanti pada akhirnya kita memilih jalan yang memang kita pilih. Misal saja ya, kita dihadapkan 2 pilihan, melakukan A atau B, hati kecil kita memilih B, namun kita merasa tidak percaya diri dan tidak yakin dengan pilihan kita, lalu kita bertanya mengenai pendapat si teman, “Mana yang harus kulakukan?” jujur saja, dalam benak kita pasti terselip keinginan agar si teman juga menyarankan kita memilih yang B, bukan? Mungkin karena memang manusia itu takut melakukan kesalahan dan ingin melakukan yang terbaik di mata orang lain, kan? Dukung keputusanku, yakinkan aku melakukan hal yang benar. Right?

“Apa adanya saja, kamu ngelakuin hal terbaik yang bisa dilakuin, milih hal terbaik yang bisa dipilih.” That’s absolutely right.

Karena Tuhan telah memberikan hidup seperti ini pada aku, bukan padamu, juga pada mereka. Hatiku tahu apa yang harus dirasakan, otakku tahu apa yang terbaik untuk dilakukan. Mungkin kita hanya perlu yakin dengan keputusan yang telah kita ambil, karena jika ternyata kita salah dalam bertindak, setidaknya kita diberi kesempatan untuk merasakan pengalaman-pengalaman mungkin tidak menyenangkan. Setidaknya kita jadi tahu bahwa yang lalu-lalu itu salah, dan yang terpenting, setidaknya kita telah melaksanakan keputusan terbaik yang kita buat saat itu.

 Ya kira-kira begitulah, memang sangat susah rasanya terjebak dalam ruang bimbang. Don’t take it so serious, karena yang nulis juga belum tentu merasa mudah melakukannya hehe. 

Nih, sebuah quote yang ngena dari sang sohib untukku, dari jawabannya yang panjang lebar, aku paling suka sama yang ini :

“Aku nggak bisa mutusin apa yang harus kamu lakuin, yang terbaik buat kamu, kamu yang tahu.” – Rizka Aulia



Jumat, 02 Oktober 2015

Topeng

0 komentar

Pernah tidak, kamu merasa atau lebih tepatnya menyadari dan merenungkan bahwa setiap orang yang kita temui itu hanyalah topeng? Begini, misal saja kamu pergi ke sekolah atau ke kantor dan bertemu dengan kawan-kawanmu, maka di sana kalian akan memiliki cerita baru, kehidupan baru, dan suasana baru. Baru di sini bukan dalam artian baru berkenalan atau baru beradaptasi. Baru yang kumaksud yaitu, bahwa kita meninggalkan (sejenak) cerita asli kita. Bisa dibilang bahwa tempat-tempat umum itu, merupakan pelarian dan pengabaian dari kepribadian dan kehidupan kita yang sebenarnya. Gini, gini...

Setiap orang memiliki kepribadian yang asli, yaitu yang hanya ia tunjukkan pada dirinya sendiri, ialah pikiran dan hati kita. Kita yang asli bukanlah kita saat berada di sekeliling sahabat kita atau bahkan di sekeliling keluarga kita. Kita adalah kita saat sedang menyendiri di kamar, tanpa handphone, tanpa bacaan. Kita adalah kita saat ada dalam kessunyian, saat sedang berdo’a kepada Tuhan. Kita adalah kita pada menit-menit terakhir  memejamkan mata untuk tidur malam Jadi seperti itulah kepribadian manusia, sependapat saya, tidak ada orang yang bisa menilai kepribadian seseorang hanya melalui sikap dan perilakunya terhadap orang lain, siapa yang tahu isi hatinya? 


Apakah kau pernah menyangka, orang-orang terdekat kita memiliki kehidupan yang kelam? Siapa yang menyangka bahwa teman sebangkumu sedang berjuang melawan penyakit mematikan? Siapa sangka sahabatmu ternyata membencimu dalam diam? Siapa sangka temanmu menginginkan kekasihmu untuk dijadikan kesayangan? Kita tidak pernah tahu kehidupan apa yang terjadi di luar raga kita. Lalu kau, aku, dan mereka berkumpul pada sebuah tempat, yang tempat itu sebenarnya merupakan pelarian dan kebohongan dari kehidupan kita yang sebenarnya. 

Kita berangkat sekolah, bertemu dengan teman, dengan kekasih, dengan guru, dengan musuh bebuyutan, juga mantan, lalu kita berinteraksi dengan mereka, menghabiskan waktu untuk bercanda dan hal-hal gila lainnya. Di saat-saat itulah kita melupakan sejenak masalah-masalah yang menimpa hidup kita, di tempat-tempat seperti itulah kita melupakan rasa sakit dan pahit dalam hati kita . Lalu sekolah usai dan kita masing-masing pulang ke rumah, dan kita kemudian kembali pada kehidupan kita yang sebenarnya. Bukan berarti munafik atau tertutup, sadarilah, bahwa pada dasarnya, manusia itu tercipta dengan ketegaran yang luar biasa.

- @rahmactr
 

Satu Cangkir Teh Tawar Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template