Jumat, 27 Juli 2012

Gebetan Vs Suka

0 komentar

Apa sih Gebetan itu??? Apasih Suka sama seseorang itu???

  Gebetan itu kalau menurut aku rasa suka kepada seseorang yang mendalam, sehingga kadang kita merelakan apa saja agar bisa mendapatkannya. biasanya jika seseorang memiliki gebetan, maka orang itu akan ingin memiliki gebetannya. 


lalu bedanya suka sama seseorang???


Kalau kita hanya sekedar suka, sayang, cinta, kita tidak akan berlebihan dan tidak akan terlalu berambisi untuk memilikinya. biasanya kita cenderung bahagia asalkan dia bahagia. Jadi tanpa memilikinya, kita tetap bahagia.


So?? Kalian pilih mana? Mau jadiin dia gebetanmu atau cuma sekedar suka aja???

Takut Jatuh Cinta

0 komentar

Hay Guys! Aku kembali!!!

Udah lama banget ya aku nggak update ini blog. Maklumlah cewek (sok) sibuk, jadinya nggak ada waktu deh buat kayak ginian.

Well... sebenernya aku juga bingung mau nulis apa??? Tapi Setelah dipikir-pikir, yaudah deh aku nulis ini aja, aku nggak tau juga ini namanya apa, boleh dibilang curhat, atau sekededar tulisan gapenting heheeeeeeee :) 


 Tapi kutakut-takut jatuh cinta...

Takut- takut patah hatinya..

Takut-takut jadi gila karena cintaaaa


Well, itu emang cuplikan lagu Blink-Takut

Ini guys yang sedang aku rasain

Aku takut bakal jatuuuh dalem banget setelah aku ngerasain yang namanya jatuh cinta, tapi gimanapun juga aku ingin jatuh cinta seperti yang lainnya....



Yaudah deh biar nggak bingung aku tulis lirik lagunya aja deh


Aku Juga ingin jatuh cinta seperti yang lainnya...

Kini saatnya untuk jatuh cinta karna dia tlah nyatakan cintaa


Tapi ku takut takut jatuh cinta

Takut-takut patah hatinya



Namun bimbang kini aku rasa akankah dia trus setia?

Atau hanya untuk sementara membuat aku kecewa....


Back to reff

Rabu, 22 Februari 2012

Rabu, 01 Februari 2012

Kampiun Balap Karung

0 komentar
Karena kelas 9 sedang try out, kelas 8 jadi class meeting di lapangan. di sana diadakan berbagai lomba, yaitu tarik tambang, balap karung, kelereng, rubik. Aku mengikuti lomba balap karung, dengan ke 5 timku kami dengan kompak menjadi yang paling depan. KAmi kira saat itu kami telah menjadi juara satu. ternyata, masih di lombakan lagi untuk mencari juara 1-2 dan 3-4. saat itu, teman ku melakukan suatu kesalahan, juri mengatakan kami di disqualifikasi. kami hanya pasrah. aku menganggapnya tidak adil, padahal tanpa harus dilombakan lagi.
setelah protes, akhirnya di lombakan ulang, dan kami mendapatkan juara 3

betapa kecewanya, tapi mau apa lagi, itulah keputusannya.

Jumat, 27 Januari 2012

0 komentar

Si Pahlawan Kebersihan

Karya : Atri Rahma Citra

“ Allahhuakbar..Allahhuakbar…!“ Adzan subuh berkumandang dengan lantang, Pak Sobirin bergegas menuju masjid dengan mata berbinar-binar, penuh keyakinan. Sesampainya di masjid, diambilnya air wudhu, dibasuhnya tangan, muka, rambut, telinga, dan kaki. Lalu ia segera menunaikan sholat subuh berjamaah, 2 rakaat pun selesai. Pak Sobirin berdo’a memohon ampun kepada Allah S.W.T, setelah itu ia pulang ke rumah, dilihatnya kedua anaknya masih tertidur pulas, segeralah Pak Sobirin membangunkan ke dua anak perempuannya untuk segera sholat subuh.

“ Suci, bangun nak! Sholat subuh, ajaklah adikmu Tanti pergi ke masjid! “ Pak Sobirin membangunkan anaknya.

“ Iya pak, bapak mau kerja? “ Tanya Suci anak sulungnya yang sudah kelas VII.

“ Iya, masaklah air seperti biasa, kunci rumah bapak tinggal di kamarmu.” Jawab Pak Sobirin.

Seperti biasa Pak Sobirin pergi meninggalkan ke dua anaknya untuk bekerja, pekerjaan Pak Sobirin adalah pemulung jalanan. Pak Sobirin pergi pada pagi hari dan pulang pada sore hari, namun ia tak pernah mengeluh, panas terik tak dirasa, hujan rintik pun tak mengapa demi menghidupi ke dua anak perempuannya yang sudah tidak mempunyai ibu. Istri Pak Sobirin sudah meninggal 3 tahun yang lalu karena sakit jantung. Anak perempuan sulungnya bernama Suci yang sudah kelas VII, setiap pagi Suci menanak nasi, memasak air, memandikan dan menyuapi adiknya Tanti yang baru berusia 5 tahun, setelah itu Suci mengantarkan Tanti ke TK, lalu berjalan kaki menuju SMP.

***

Pak Sobirin berjalan dengan karung kumalnya dengan tegap seperti pasukan baris-berbaris, dari belakang terlihat seperti karung yang berjalan karena karung kumalnya yang sangat besar menutupi tubuhnya yang kurus kering.Dari desa, perumahan, jalan raya hingga ke kota memungut sampah sampah dan memasukkannya kedalam karung kumal, itulah yang slalu ia lakukan setiap hari. Baginya, karung adalah sahabatnya yang slalu ia bawa jika bekerja. Pak Sobirin tidak pernah mengambil barang-barang berharga milik orang, jika ia menemukan barang-barang berharga milik orang lain, dikembalikannya kepada yang punya. Meski sering mendapat cemoohan dari orang-orang, Pak Sobirin tetap sabar dan tegar menghadapi semua rintangan dan cobaan. Pekerjaan Pak Sobirin adalah pekerjaan yang mulia, ia memunguti sampah-sampah agar lingkungan menjadi bersih, ia menjalani semua itu dengan ikhlas.

“ Sobirin! Kamu yang mengambil mainan milik anakku ya ?” Tuduh Pak Sugih seorang pemilik restauran yang kaya raya.

“ Aghstaufirullah tidak pak! Saya tidak mengambil mainan milik anak bapak. “ Jawab Pak Sobirin dengan yakin.

“ Halah…jangan berkecoh kamu! Sudah sana pergi! “ Teriak Pak Sugih.

“ Ya pak, permisi “ jawab Pak Sobirinn sopan.

Meskipun Pak Sugih telah menuduhnya mencuri mainan milik anaknya, Pak sobirin hanya bisa bersabar dan mengelus dada, lalu ia meneruskan perjalanan ke perumahan, dipungutnya botol-botol bekas, kardus, kaleng-kaleng bekas. Namun tiba-tiba matanya tertjuju ke arah benda kecil, persegi, hitam dan tebal, diambilnya benda itu lalu dibuka.

“Agsthaufirullahhal’azim! Dompet siapa ini?” Pak Sobirin menarik sebuah KTP dan membacanya dengan perasaan takut. Di dalam KTP itu tertuliskan, Nama : Hj. Muhamad Saleh. Dompet itu terjatuh dari tangan Pak Sobirin, hatinya berdegup kencang, tangannya gemetar. Lalu segera ia mengambil dompet itu dan dikembalikannya kepada pemiliknya.

“ Assalamualaikkum Pak Haji! “ Pak Sobirin mengetuk pintu rumah Pak Haji Saleh.

“ Waalaikkumsalam, eh Sobirin ada apa? “ tanya Pak Haji.

“A..annu pak, tadi saya menemukan dompet bapak terjatuh di selokan.” Jawab Pak Sobirin takut.

“ Oh…, ya…ya… makasih, kenapa wajahmu pucat Rin? Tanya Pak Haji.

“ Tidak kok pak, saya cuma takut jika uang nya kurang, tapi demi Allah saya tidak mengambil pak! “

“ Tidak…tidak, tidak kurang kok! Ini sebagai imbalannya ambilah untuk beli beras!” Pak Haji memberikan uang sebesar Rp 100.00,00 pada Pak Sobirin.

“Alhamdullilah… terimakasih pak! “

Terik matahari membakar kulit Pak Sobirin yang hitam, peluh keringat pun bercucuran, namun Pak Sobirin tetap berjalan menuju perkotaan untuk menjual hasil sampahnya hari ini, hasilnya Rp 25.000,00 lumayan untuk membeli lauk untuk makan malam dan besok pagi.‘Alhamdullilah, terimakasih ya Allah engkau telah memberikan rejeki untuk keluarga kami’ ucap syukur Pak Sobirin dalam hati, lalu Pak Sobirin pulang kerumahnya yang berada di desa dengan berjalan kaki.

Kira-kira 2 jam Pak Sobirin menempuh perjalanan pulang dari kota sampai ke rumahnya, disambut dengan senyuman ke dua anaknya yang sudah menunggu kehadiran bapaknya. Satu cangkir teh hangat pun sudah melepas dahaga Pak Sobirin.

“ Suci, Tanti, Alhamdullilah bapak punya rejeki, meskpun tidak seberapa, bisa untuk membayar buku-buku kalian. “ Pak Sobirin menyerahkan uang yang diberi oleh Pak Haji

Rp 100.00,00 kepada Suci anaknya.

“ Terimakasih pak! “ Jawab suci dan Tanti serempak.

“ Belajarlah yang rajin, agar cita-cita kalian tercapai, jangan contoh bapakmu ini nak! Jadilah guru atau dokter. Nak, bapakmu ini sudah tua, buatlah bapak dan ibumu bahagia, agar jika suatu saat nanti Bapakmu ini menyusul ibumu, kalian dapat mandiri! Ingatlah itu!” Nasihat Pak Sobirin kepada Suci dan Tanti.

“ Iya pak, kami berdua akan slalu mengingat nasihat bapak dan akan menjalankannya.” Jawab Suci mewakili adiknya.

“ Sekarang Belajar! Setelah itu segeralah istirahat! “

“ Ya, pak “ Jawab Tanti sambil berlari-lari.

***

Burung-burung bernyanyi riang menyambut cerahnya pagi ini, Pak Sobirin memasang topi kumalnya di kepalanya, lalu berangkatlah Pak Sobirin untuk kembali bekerja memunguti sampah-sampah dan barang-barang bekas di setiap kampung, perumahan, dan jalan raya. Tubuhnya tertutup Karung kumal, hingga dilihat dari belakang, seperti karung berjalan. Pekerjaan Pak Sobirin sangatlah mulia, jika tidak ada Pak Sobirin, tidak ada lagi seorang pemulung yang baik hati, ikhlas, penuh senyum, jujur, dan tekun, tanpanya lingkungan kampung, perumahan, dan jalan raya akan kotor, sampah berceceran dimana-mana. Memang, siapa yang mau mengorek-orek tong sampah yang bau ? Siapa yang akan membersihkan selokan-selokan yang sangat bau ? kalau bukan seorang pemulung yang ikhlas menjalankan pekerjaannya. Semua itu Pak Sobirin lakukan demi menghidupi ke dua anaknya yang sudah tidak memiliki kasih sayang seorang ibu, semua itu Pak Sobirin lakukan dengan tulus dan ikhlas demi menyekolahkan ke dua anaknya agar menjadianak yang pandai, agar nantinya tidak seperti dirinya.

***

Hari sudah sore, Tinggal beberapa langkah lagi Pak Sobirin akan sampai ke rumahnya. Benar saja, Suci dan Tanti sudah menyambutnya dengan secangkir teh hangat dengan wajah yang berseri-seri. Setelah menunggu bapaknya meminum secangkir teh hangat buatannya, Suci memberi kabar gembira.

“ Pak, Suci memenangkan Olympiade Matematika tingkat Provinsi, berkat do’a bapak, terimakasih pak!” Suci menunjukan medali kepada bapaknya, belum-belum bapaknya menjawab, adiknya Tanti yang masih berumur 5 tahun pun memamerkan apa yang telah ia raih.

“ Tanti juga dapat pak! Tadi bu guru bilang kalau Tanti mendapatkan juara 1 menggambar! “ Pamer Tanti tak mau kalah dengan kakaknya.

“ Bagus… kalian semua adalah anak bapak yang cerdas dan solehah! “ Pujian Pak Sobirin menyemangati ke dua anaknya.

Semua pun tertidur pulas dengan mimpi-mimpi indahnya hingga pagi pun datang kembali. Seperti biasa, Pak Sobirin pun menjadi karung putih yang berjalan sendiri, mengelilingi kampung-kampung mengorek-orek tong sampah, membersihkan selokan setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap tahun…atau bahkan untuk selamanya? Yang pasti pekerjaan itu adalah pekerjaan yang mulia. Mungkin sebutan yang cocok untuk dirinya adalah “ Pahlawan Kebersihan “.

TAMAT

0 komentar

PROSES MASUKNYA AGAMA HNDU-BUDHA KE INDONESIA

Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia.

Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut.

Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.

Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu - Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu - Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.

Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat/hipotesa yaitu antara lain:


1. Hipotesis Ksatria, diutarakan oleh Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia.

2. Hipotesis Waisya, diutarakan oleh Dr.N.J.Krom, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang datang untuk berdagang ke Indonesia, bahkan diduga ada yang menetap karena menikah dengan orang Indonesia.

3. Hipotesis Brahmana, diutarakan oleh J.C.Vanleur berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana karena hanyalah kaum Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia.

Pada dasarnya ketiga teori tersebut memiliki kelemahan yaitu karena golongan ksatria dan waisya tidak mengusai bahasa Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah bahasa sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci Weda. Dan golongan Brahmana walaupun menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh menyebrangi laut.

Disamping pendapat / hipotesa tersebut di atas, terdapat pendapat yang lebih menekankan pada peranan Bangsa Indonesia sendiri, untuk lebih jelasnya simak uraian berikut ini.

4. Hipotesis Arus Balik dikemukakan oleh FD. K. Bosh. Hipotesis ini menekankan peranan bangsa Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu dan Budha di Indonesia. Menurutnya penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh para cendikiawan atau golongan terdidik. Golongan ini dalam penyebaran budayanya melakukan proses penyebaran yang terjadi dalam dua tahap yaitu sebagai berikut:

Pertama, proses penyebaran di lakukan oleh golongan pendeta Budha atau para biksu, yang menyebarkan agama Budha ke Asia termasuk Indonesia melalui jalur dagang, sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat Sangha, dan selanjutnya orang-orang Indonesia yang sudah menjadi biksu, berusaha belajar agama Budha di India. Sekembalinya dari India mereka membawa kitab suci, bahasa sansekerta, kemampuan menulis serta kesan-kesan mengenai kebudayaan India. Dengan demikian peran aktif penyebaran budaya India, tidak hanya orang India tetapi juga orang-orang Indonesia yaitu para biksu Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan melalui karya seni Indonesia yang sudah mendapat pengaruh India masih menunjukan ciri-ciri Indonesia.
Kedua, proses penyebaran kedua dilakukan oleh golongan Brahmana terutama aliran Saiva-siddharta. Menurut aliran ini seseorang yang dicalonkan untuk menduduki golongan Brahmana harus mempelajari kitab agama Hindu bertahun-tahun sampai dapat ditasbihkan menjadi Brahmana. Setelah ditasbihkan, ia dianggap telah disucikan oleh Siva dan dapat melakukan upacara Vratyastome / penyucian diri untuk menghindukan seseorang

Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut Hindu - Budha ke Indonesia. Beberapa hipotesis di atas menunjukan bahwa masuknya pengaruh Hindu - Budha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap di dukung oleh proses perdagangan.

Untuk agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang disebut dengan Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha masuk ke Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha yang terbuat dari perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain Sempaga (Sulsel), Jember (Jatim), Bukit Siguntang (Sumsel). Dilihat ciri-cirinya, arca tersebut berasal dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi. Dan di samping itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara (India Utara) di Kota Bangun, Kutai (Kaltim).

0 komentar

“They Are Not My Friends”

Karya: Atri Rahma Citra

Kata orang, sahabat itu segalanya?

Katanya, Sahabat ada disaat kita suka maupun duka?

Oh ya? Viella meragukannya.

“Happy Birthday sayang!” Mama dan papa mengecup pipiku setelah mengucapkannya, aku hanya bisa tersenyum bahagia.

“Thanks ma, pa!” Ya! Ini adalah hari ulang tahunku yang ke 15 kalinya, dan yang paling kusuka adalah pergi ke ruang keluarga untuk membuka kado. Benar saja, Di depan mataku terlihat kardus kecil berbalut kertas berwarna pink dengan pita merah di atasnya, aku tersenyum memandang mama dan papaku tersayang sebelum membukanya. Aku menutup mataku, lalu, perlahan-lahan aku melepas pita lalu merobek kertas kadonya, kubuka pelan-pelan tutup kardus itu dan dengan hati yang berdegup kencang ku buka kedua mataku dan tepat satu detik setelahnya, aku melihat sebuah benda persegi panjang dan lumayan berat, baru kusadari beberapa detik setelahnya bahwa itu… itu… itu I-Phone. Oh My God! Aku sangat menginginkan benda itu, oh betapa bahagianya aku. Walaupun aku tergolong keluarga yang kaya raya, tapi jujur saja, aku belum memiliki I-phone dan hari ini… tepat beberapa detik yang lalu, aku memilikinya. Kupandang wajah mama dan papa bergantian, lalu secuil perasaan bersalah muncul pada benakku. Ya, aku tahu, usaha papa mulai bangkrut akhir-akhir ini, dan mereka mau membelikan i-phone yang ku inginkan, padahal harga i-phone tidak semurah bagi keluargaku setelah usaha papa bangkrut. Aku berlari memeluk mama dan papa bergantian lalu mengucapkan terima kasih.

***

“Viel! Tunggu” aku mendengar teriakan ke-3 sahabatku, mereka berlari menghampiriku.

“Emh, nanti… jadi ke Hokben nggak?” Tanya Ajeng kepadaku. Aku heran, ini kan hari ulangtahunku? Kenapa mereka tidak mengucapkan selamat? Kulihat Ajeng, Fera, dan Meli menyunggingkan senyum yang membuatku curiga. Aku hanya diam mematung, tak tau harus berkata apa. Ku akui, aku berniat membatalkan janjiku untuk mentraktir mereka, karena aku tahu aku sudah bukan orang kaya lagi.

“Emh… emh…”

“Aku tahu kok, kamu enggak bakal ngajak kita.” Meli berkata padaku dengan nada mengejek.

“Yaudah ya bye Vie!” Mereka tertawa dan berlari meninggalkanku, aku hanya meremas tangan dan berjalan menuju kantin. Ini hari ulangtahunku yang buruk, pikirku. Setelahnya, aku berjalan menuju ruang kelas dan aku mendapati ke- 3 sahabatku tertawa gembira, aku langsung menghampiri mereka (setelah membuang kekesalanku).

“Hai! Lagi ngobrol apa nih?” Tanyaku sambil menatap mata ke-3 sahabatku bergantian.

“Oh… nggak apa-apa kok!” Jawab Fera dengan nada acuh. Aku terdiam beberapa saat. Kuukir kembali kenanganku bersama Fera, Ajeng, dan Meli, sangat indah. Namun hari ini, apa maksudnya? Membuatku kesal tiba-tiba, huuh.

“Emang kenapa? Penting ya buat kamu?” Kali ini darahku membeku mendengar timpalan Ajeng, aku sudah tidak kuat lagi menahannya.

“Kalian kenapa sih? Aku salah ya?” Aku mengulang kembali ingatanku beberapa hari yang lalu, mungkin memang ada kesalahanku yang membuat mereka sakit hati. Tapi, aku tidak menemukan di mana letak kesalahanku, bukannya aku tidak mengakuinya, tapi aku benar-benar tidak menemukan kesalahanku. Kulihat saat itu juga Meli mencibirkan bibirnya ke arahku, dan pandangannya menyatakan kejijikan. Aku benar-benar muak melihatnya.

“Nggak! Kamu nggak salah kok, itu nasib aja.” Mereka berlalu pergi, aku segera berlari menuju rumahku, benih-benih air mata menghiasi pipiku perlahan-lahan. Setelah sampai di rumah, aku berlari menuju kamar tidurku dan menghempaskan tubuhku di kasur. Aku benar-benar tidak menyangka ke-3 sahabatku melakukan itu padaku, padahal seharusnya aku menerima ucapan selamat dan kado-kado cantik dari mereka. Aku mengambil fotoku dan ke-3 sahabatku, di sana terlihat sunggingan senyum gembira di bibir kami. Aku tidak kuat menahannya, jadi kuputuskan untuk memejamkan mataku yang basah oleh air mata.

Pukul 4 dini hari, aku melihat papa-ku berbicara dengan orang berjas hitam, di sampingnya terdapat sebuah mobil Jaguar milik keluarga kami. Aku tahu apa yang terjadi, Jaguar itu dijual untuk melunasi hutang-hutang papa-ku yang nominalnya tidak kuketahui. Aku tertunduk lesu, hari ini adalah hari ke-5 setelah hari ulangtahunku kemarin, dan aku tidak melihat perubahan pada sahabatku. Pada awalnya, aku sudah ke geer-an karena kupikir mereka hanya mengerjaiku dan akhirnya mereka memberikan surprize untukku. Tapi ini adalah kenyataan, bukan seperti di dongeng-dongeng atau di cerita-cerita yang pernah kubaca, dimana saat pelaku utamanya ulangtahun, sahabatnya cuek padanya dan ternyata itu hanyalah iseng-iseng untuk mengerjai orang yang sedang ulangtahun. ‘Huh dasar! Ajeng jelek… Fera jelek… Meli jelekkk!!!’ aku memaki-maki mereka dalam hati.

“Whatever! Aku nggak peduli sama kalian” aku mengucapkannya dengan keras pada sahabatku di halaman sekolah.

“Oh ya? Setelah mobil Jaguar-mu dijual ya?” Aku benar-benar tercekat mendengar Ajeng mengatakannya, mengapa mereka bisa tahu? Setahuku, mereka tidak mengetahui tentang masalah keluargaku. Aku hanya bisa berdiri mematung memandangi mereka.

“Mengapa…kalian bisa tahu?” aku mencoba berbicara setelah mematung beberapa menit.

“Kita kan sahabat Vie! Kita tahu donk!” aku benar-benar dibuat bingung oleh kata-kata yang baru saja meluncur dari mulut Fera, ‘Kita kan sahabat?’ jadi mereka masih menganggapku sahabat? Aku sendiri tidak yakin, dari nada bicara Fera barusan, ia mengatakannya seperti sedang mengasihaniku. Tapi sebesit perasaan bersalah muncul di benakku, aku sudah menjelek-jelekan mereka, tapi mereka masih menganggapku sebagai sahabat.

Sepulang sekolah, aku mendapat telpon dari Danish pacarku. Beberapa hari ini aku tidak melihatnya, dia juga tidak menelponku sebelumnya, jadi aku tersenyum riang di atas keperihan hatiku.

“Halo Vie.” Suara Danish terdengar berat dari seberang sana.

“Halo Dan! Ada apa?”

“Vie, aku… aku nggak bisa lagi.” Terdengar suara parau dari Tenggorokan Danish.

“Kamu nggak bisa apa? Maksudmu gimana?” Aku bingung, tidak seperti biasanya Danish seperti ini.

“Ada orang lain di hati aku Vie.”

“Apa? Kenapa? Maksud kamu apa Dan?”

“Maafkan aku, kita lebih baik berpisah.” Kudengar nada bersalah dari cara bicaranya.

“Danish? Kamu serius? Tapi nggak bisa langsung gini donk!”

“Enggak Viel, aku benar benar mencintai orang itu. Mafkan aku.” Klik. Aku benar-benar terpukul, biasanya di akhir pembicaraan dia mengatakan ‘I love you’ dan aku menjawab ‘I love you too’ tapi kali ini kami berpisah, aku tidak bisa menerimanya. Aku benar-benar menyukai Danish sepenuh hati, tapi ternyata dia mencintai orang lain. Sempurna sudah penderitaanku di umur 15 tahun 5 hari ini, apakah aku memang di kutuk? Aku menjatuhkan diriku di bawah pohon petai china. Biasanya aku curhat kepada sahabat-sahabatku tentang masalah pacar, tapi justru aku sedang bertengkar dengan mereka, atau aku menangis di pundak mama, tapi aku tahu pikirannya sudah berat memikirkan hutang-hutangnya. Aku benar-benar bingung harus berbuat apa, lalu tiba-tiba ada sebuah ide konyol, yaitu menelpon Fera yang jelas-jelas sedang bertengkar denganku. Tapi diantara ke-3 sahabatku, Fera-lah yang paling dekat denganku. Dan, mungkin masih ada harapan untuk berbaikan dengannya. Jadi kulakukan ide konyol tersebut. Kudengar suara ‘truuut…truuut…truut…,’

“Halo.” Fera menjawab telponku dengan suara datar. Di seberang sana juga terdengar suara berisik yang aku yakin itu adalah suara Ajeng dan Meli, jadi intinya mereka bertiga sedang bersama-sama sedangkan aku duduk lemas menanggung keperihan.

“Fera… aku... aku butuh kamu sekarang, aku pingin curhat sama kamu. Mau nggak kamu dateng ke rumahku?”

“Ha? Dateng ke rumahmu? It’s impossible Vie! Gue lagi sibuk!” kali ini aku tercakat, jadi kubiarkan benih-benih air mata yang deras terjun di pipiku.

“Eh Vie! Kamu kan udah nggak kaya lagi? Jadi buat apa kita dateng kerumahmu? Mau ngasih makan apa emangnya?” Harga diriku terinjak-injak setelah mendengar ucapan kasar Meli.

“Jangan berharap kita mau dateng ndengerin curhatmu lagi Viella! Jujur aja, kita nyesel sahabatan sama kamu!” aku menangis tanpa suara sejadi-jadinya, ku jatuhkan Handphonku ke tanah, aku menutup telingaku kuat-kuat, masih terdengar makian dari Ajeng, Meli, dan Fera. Aku tak sanggup mendegarnya, jadi aku menutup Handphonku. Kini aku tahu apa masalahnya. Mereka tidak menganggapku sebagai sahabat sepenuh hati, mereka tidak menginginkanku, mereka hanya mengincar harta dan kebaikanku. Sahabat macam apa kalian? Ku flashback kembali memoriku, saat ada Lia seorang temanku yang miskin mengajakku berkenalan lalu aku hanya menampik tangannya, saat Fani menawrkan bantuanku untuk mengerjakan Pr lalu aku menolaknya sambil menghinanya. Aku memang pantas mendapatkan semua ini, baru kusadari betapa sombongnya diriku dulu. Aku berniat mendatangi rumah mereka lalu meminta maaf dan mengajaknya berteman, tapi bukan sekarang, saat ini aku sedang menikmati kepedihan yang ku alami.

Minggu-minggu berikutnya deritaku bertambah parah, teman-teman sekelasku mengejekku karena nilai ulanganku paling rendah. Dan ke-3 sahabatku tidak ada untuk membelaku. Lalu, aku dituduh mencuri uang kas milik kelas. Ke-3 sahabatku tak jua muncul. Hal buruk lainnya juga terjadi padaku, namun mereka tidak pernah muncul untuk membelaku, membantuku, menyemangatiku, ataupun menasehatiku. Aku benci hal ini!

Hari Minggu yang menurutku sangat kelam, karena kepedihanku belum berkurang juga. Tapi aku sudah sedikit tenang, dan aku turun memasuki garasi yang sudah tidak ada mobilnya untuk mengambil sepedaku. Ku tuntun perlahan-lahan sampai ke gerbang rumah, lalu kuayuh menuju rumah yang hanya terbuat dari bambu milik Lia dan keluarganya. Aku mengetuk pintu 3 kali dan beberapa detik setelahnya kudapati wajah Lia yang menurut diagnosaku ia sedang heran atas kedatanganku.

“Viella…” Lia berkata padaku sambil menutup sebagian mulutnya. Tanpa basa-basi aku langsung menarik pergelangan tangannya.

“Aku mau ngomong sama kamu, ayo kita jalan-jalan sebentar.” Secara perlahan Lia melepaskan tanganku dari pergelangan tangannya, aku sedikit terkejut.

“Eh…, aku bilang sama ibukku dulu ya?” aku hanya menganggukkan kepala, Lia memasuki rumahnya dan terdengar sayup-sayup pembicaraan antara Lia dan ibunya yang aku tidak tahu pasti, beberapa menit setelahnya Lia sudah memboncengkanku, aku hanya mengatakan ‘kiri…kanan’ untuk memberi petunjuk. Beberapa saat, kami sudah sampai di taman rumahku.

“Eh Lia, ini rumahku jadi kamu tenang aja, aku mau menjemput Fani sebentar.” Lia hanya manggut-manggut heran menatap punggungku yang mulai berlalu. Aku menghampiri rumah Fani dan mengajaknya persis seperti aku mengajak Lia, lalu setelah melalui perjalanan yang lebih jauh, kami sampai di taman bunga rumahku.

“Nah, Lia…Fani, aku mau ngomong sama kalian.” Ku pandangi satu-persatu wajah aneh Lia dan Fani. “Aku mau minta maaf kalau aku pernah salah sama kalian.”

“Ah Viella, itu kan udah lama… jadi aku udah maafin kamu dari dulu kok!” kata Fani.

“Bener nih?” Aku mengembangkan senyum manisku.

“Iya Vie, aku juga udah maafin kamu kok.” Lia menimpali.

“Kalau gitu, gimana kalau kita sahabatan? Please!” Aku memohon dengan sepenuh hati, kuperhatikan ekspresi Fani dan Lia yang terkejut. Lalu keduanya mengangguk senang. Kini aku memiliki sahabat yang menerimaku apa adanya.

3 bulan telah berlalu, hidupku sedikit berubah. Aku bersenang-senang dengan Fani dan Lia, usaha papaku mulai bangkit lagi, dan hubunganku dengan Ajeng, Meli, dan Fera tetap sama saja, juga pada aku dan Danish, aku belum bisa melupakannya. Dan saat aku memikirkan kenangan-kenangan indahku bersamanya, tiba-tiba saja handphoneku berbunyi, kulihat ada 1 panggilan dari… Da…Nish. Oh tidak! Aku buru-buru mengangkatnya.

“Halo…” suara Danish ragu.

“Ada apa Danish?” Tanyaku curiga.

“Aku mau ngomong sama kamu, lewat Hp aja ya?” aku semakin deg-degan, tiba-tiba dia melanjutkan, “Vie, aku nyesel mutusin hubungan kita. Ternyata aku salah, dia nggak setia sama aku. Gimana kalau kita balikan lagi?” Balikan? What?

“Kamu serius nih?” Aku menjawab dengan perasaan yang tak karuan.

“Iya, aku serius Vie!” ku dengar dari suaranya menyatakan bahwa dia tulus. Hatiku berbunga-bunga, ini adalah kali kedua setelah 1 tahun yang lalu.

“Iya… kita balikan lagi… aku…mau.” Aku sangat lega, perasaanku yang tidak pernah berpaling pada Danish kini dibalasnya.

“I love you, Viella.”

“I love you too, Danish.” Setelah ada bunyi klik dari handphoneku, aku merebahkan diriku di atas mekaran bunga-bunga Dafodil yang harum. Ternyata setelah Danish memberikanku kepahitan, kini dia menaburiku sejuta kemanisan.

Aku mendengar Mama memanggil namaku dari kejahuan sana, aku segera beranjak pergi dan menemuinya, dari nada Mama memanggilku, biasanya akan ada berita gembira, dan aku benar.

“Ada apa, Ma?” Aku bertanya dengan memasang wajah penasaran.

“Ternyata yang membuat usaha Papa bangkrut adalah karyawannya sendiri, dia korupsi dan apa kau tahu, Viel?” aku berusaha menebak-nebak dalam otakku, namun aku pasrah dan kubiarkan Mama memberitahuku, “Karyawan itu sudah ditangkap polisi, dan uangnya sudah dikembalikan. Jadi, perusahaan kita akan jaya kembali.” Mama melebarkan mulutnya tanda bahagia, in memelukku.

“Oh… aku sangat senang, Ma!” Aku berteriak untuk menyatakan perasaanku. Aku berniat untuk menari-nari dan melompat-lompat sebelum seorang pembantuku memberitahu bahwa ada 3 orang temanku. Aku merasa heran, siapa? Aku langsung berlari keluar rumah dan kudapati wajah-wajah yang sangat familier bagiku, mereka adalah ke-3 sahabatku yang berkhianat hanya gara-gara kondisi keluargaku.

“Viella, maafkan kami.” Ajeng memulai sambil menatap lekat-lekat bola mataku.

“Setelah kalian tahu bahwa usaha Papaku sudah tidak bangkrut!” Aku mencoba menyindir mereka.

“Oh ya? Tapi bukan karena itu, kita nyadar, Vie! Kita emang salah.” Kulihat Fera menitikan beberapa butir air mata.

“Setelah tahu kalau aku nggak miskin lagi!” ku ulangi untuk membalaskan rasa sakitku.

“Viella, maafkan kita! Kita bisa perbaiki semuanya, klita bisa sahabatan lagi kayak dulu, kita bakal saling menerima apa adanya, Vie!”

“Oke, kita udah nggak musuhan lagi! Tapi ada satu yang harus kalian ingat, you are not my friends! Kalian emang gak pantas buat aku.” aku menghela nafas, “aku menyesal berteman sama kalian. Di mana kalian disaat aku sedang sedih? Aku nggak percaya pada orang-orang yang mengatakan… sahabat selalu ada disaat suka maupun duka.” Aku menelan ludah sambil memperhatikan bola mata mereka, “Oh Tidak! Aku salah, aku memang percaya bahwa sahabat itu ada disaat kita duka maupun duka. Hanya saja aku lupa, bahwa kalian bukan sahabatku.”

“Okelah Vie, kalau itu maumu! Kita nggak akan pedulilagi sama kamu!” Meli membentakku dan menarik lengan Fera dan Ajeng. Air mataku merebak, kulihat di seberang sana Fani dan Lia berlari ke arahku, entah kenapa amarahku timbul. Di saat seperti ini, mereka hanya aka merusak mood-ku. Kali ini aku benar-benar ingin sendiri, seketika aku menjadi benci pada pertemanan yang ku alami. Dalam bentuk apapun pertemanan itu, saat ini aku tidak ingin merasakannya. Saat ini saja. Dan bila harus memilih antara cinta dan persahabatan, aku memilih ‘Cinta’.

Saat ini saja.

Ini semua hanya soal waktu.

Biarkan waktu menyelesaikannya.

TAMAT

0 komentar

RESEP MAKANAN ‘KUE KEPANG’


A. Bahan-bahan :

· Tepung Terigu ½ kg

· Telur Ayam 2 butir

· Gula pasir 1 Gelas

· Mentega 5 sdm

· Minyak Goreng secukupnya

B. Alat-alat :

· Wajan

· Toples

· Sotil

· Talenan

· Baskom


C. Cara membuat :

· Kocok lepas telur dan gula pada baskom, lalu tambahkan mentega.

· Masukan tepung terigu

· Uleni sampai kalis, lalu bentuk memanjang dan di kepangkan dengan cara menyilang-silangkan.

· Goreng dengan api sedang.

· Kue Kepang siap di hidangkan.

·

D. Cara menghidangkan : Siap dihidangkan dalam toples

~~Selamat Mencoba~~

 

Satu Cangkir Teh Tawar Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template