Malam itu aku sedang curhat dengan salah satu sohibku
melalui sebuah media sosial yang cukup hitz, bukan masalah yang pelik sebenarnya,
hanya saja cukup mengganggu ketenangan batinku saat itu. (((ketenangan batin)))
Hingga pada akhir curhatan aku melontarkan sebuah pertanyaan
yang bisa dibilang retoris.
“Menurutmu aku sekarang kudu gimana?”
Pertanyaan manja! Aku menyadarinya setelah beberapa menit
kemudian sohibku membalas dengan cukup panjang, tidak perlu kutuliskan apa
jawabannya, yang penting dia telah menunjukan padaku bahwa sebenarnya aku
sendiri sudah tahu jawabannya.
Aku harus bagaimana?
Pada siapa sebenarnya kita bertanya? Bukankah pertanyaan
seperti itu pada dasarnya ditunjukan pada nurani dan akal kita sendiri? Apa yang
harus kita lakukan, apa yang harus kita pikirkan, apa yang harus hati ini
rasakan, sebenarnya tidak perlu diucapkan juga ditanyakan. Sohibku bilang, jika
kita mengatakan “Ah, mulai sekarang aku akan sabar”, “Aku akan melupakannya”, “Aku
harus rajin belajar” dan akan-akan yang lain, belum tentu kita akan bisa
melakukannya.
Sebenarnya manusia itu nurut dan tunduk pada dirinya
sendiri, mau minta pendapat orang lain pun, nanti pada akhirnya kita memilih
jalan yang memang kita pilih. Misal saja ya, kita dihadapkan 2 pilihan,
melakukan A atau B, hati kecil kita memilih B, namun kita merasa tidak percaya
diri dan tidak yakin dengan pilihan kita, lalu kita bertanya mengenai pendapat si
teman, “Mana yang harus kulakukan?” jujur saja, dalam benak kita pasti terselip
keinginan agar si teman juga menyarankan kita memilih yang B, bukan? Mungkin karena
memang manusia itu takut melakukan kesalahan dan ingin melakukan yang terbaik
di mata orang lain, kan? Dukung keputusanku, yakinkan aku melakukan hal yang
benar. Right?
“Apa adanya saja, kamu ngelakuin hal terbaik yang bisa
dilakuin, milih hal terbaik yang bisa dipilih.” That’s absolutely right.
Karena Tuhan telah memberikan hidup seperti ini pada aku,
bukan padamu, juga pada mereka. Hatiku tahu apa yang harus dirasakan, otakku
tahu apa yang terbaik untuk dilakukan. Mungkin kita hanya perlu yakin dengan keputusan
yang telah kita ambil, karena jika ternyata kita salah dalam bertindak,
setidaknya kita diberi kesempatan untuk merasakan pengalaman-pengalaman mungkin
tidak menyenangkan. Setidaknya kita jadi tahu bahwa yang lalu-lalu itu salah,
dan yang terpenting, setidaknya kita telah melaksanakan keputusan terbaik yang
kita buat saat itu.
Ya kira-kira
begitulah, memang sangat susah rasanya terjebak dalam ruang bimbang. Don’t take
it so serious, karena yang nulis juga belum tentu merasa mudah melakukannya hehe.
Nih, sebuah quote yang ngena dari sang sohib untukku,
dari jawabannya yang panjang lebar, aku paling suka sama yang ini :
“Aku nggak bisa mutusin apa yang harus kamu lakuin, yang
terbaik buat kamu, kamu yang tahu.” – Rizka Aulia